Fakta yang ada dihadapan kita saat ini adalah bahwa kualitas lulusan SLTA belum merata. Sejauh ini lulusan SLTA yang berada di pinggiran, hasilnya belum mampu bersaing dengan hasil lulusan di perkotaan khususnya kita di Prop. Sul-Tra
Kenapa mereka yang merupakan hasil lulusan SLTA tersebut mempunyai mutu yang baik? Hal ini Terutama dikarenakan mereka berasal dari hasil seleksi calon siswa yang terbaik dikotanya, sehingga pada dasarnya mereka merupakan bibit unggulan. Yang kedua mereka pada umumnya bisa mendapat pelatihan diluar sekolah dengan melakukan les privat, atau bimbingan belajar dan lain sebagainya. Kalau anak-anak ini dengan kemampuan yang tinggi berasal dari sekolah favorit/yg diunggulkan tersebut masuk PTN (Perguruan Tinggi Negeri) maka ini merupakan hal yang wajar saja.
Persoalannya adalah berapa persenkah anak-anak yang merupakan bibit unggul ini apabila dibandingkan dengan yang kualitas biasa-biasa saja? Disisi lain, orang-orang dari keluarga yang pas-pasan, pada umumnya sulit menembus persaingan untuk masuk kesekolah yang bermutu tinggi tersebut dan harus difahami bahwa mereka pun mempunyai hak yang sama untuk masuk PTN.
Yang terjadi sekarang adalah anak yang berkemampuan tinggi dan mempunyai latar belakang ekonomi keluarganya relatif lebih tinggi mempunyai kemungkinan lebih besar masuk PTN. Dari sini, cita-cita BHP yang memberikan 20% kursinya bagi yang tidak mampu menjadi sulit ditembus bagi kebanyakan anak lulusan SLTA yang standar saja. Mengapa demikian ? sebab ujian masuk saringan PT tidak melihat asal-usul calon mahasiswa, akan tetapi melihat hasil seleksi ujian masuknya. Kemampuan kognitif calon mahasiswa menjadi tolok ukur utama. Memang hal ini tidak salah, namun disisi lain adalah siswa SLTA di negeri kita yang mampu lulus saringan itu menjadi sangat kecil persentasenya. Adanya banyak PT didirikan, maka juga terjadi segregasi mutu calon mahasiswa yang masuk ke PT. Sehingga fenomena favoritisme juga akan terjadi di perguruan tinggi. yang terjadi adalah seleksi “alamiah”, dimana nantinya yang menang adalah yang kuat (survival of the fittest).
Adalah tugas pemeritah meningkatkan mutu SLTA yang ada di seluruh belahan tanah air agar fenomena ” favoritisme ” itu mengurang dan terjadi perataan mutu siswa SLTA sehingga ada suatu keuntungan bagi siswa di sekolah non favorit untuk dapat masuk ke PTN.
Fenomena yang lain adalah oleh karena tidak diterima di PTN, maka anak lulusan SLTA yang tidak masuk ke PTN masuk ke PT swasta yang tentu biayanya akan lebih tinggi dari PTN. Sungguh ironis bukan? Mereka yang pas-pasan baik dari segi kemampuan dan umumnya juga sama terbatasnya dari segi finansial justru membayar lebih besar dibanding mereka yang mapan dari segi finansial dan prestasi. Kalau hal ini dibiarkan maka 20 tahun yang akan datang, sarjana kita yang bermutu tinggi hanya akan berasal dari kaum yang berpunya, sehingga secara umum fenomena kesejahteraan sosial bagi selurah rakyat Indnonesia tentunya akan makin jauh dari kenyataan karena kita terjebak dalam persaingan bebas tanpa pengarahan dari negara yang seharusnya berperan memberikan kesempatan kepada kelompok yang perlu ditingkatkan kemampuannya.
Dari fenomena ini, maka UUBHP perlu juga dibantu dengan berbagai PP yang memberikan rambu2 agar agar proses persaingan bebas ini dapat dikendalikan bagi kemajuan anak bangsa yang akan datang.
Dari beberapa uraian diatas, muncul beberapa saran pemikiran mengenai sistem pendidikan negara kita, seperti:
- Seleksi siswa pasca wajib belajar 9 tahun dengan tujuan melakukan strafikasi kemampuan bagi mereka yang mempunyai potensi untuk masuk PT diarahkan dan dibina agar mereka mampu melanjutkan ke PT. Mereka dipersiapkan menjadi inovator dalam penelitian dan menjadi sumber staf pengajar di PT yang berorientasi pada pengembangan ilmu (Science)
- Sementara bagi yang kemampuannya kurang cukup untuk memasuki PT, diberikan wahana pendidkan profesi yang membuat mereka dapat langsung membuat lapangan pekerjaan demi peningkatan kesejahteraan mereka di masa datang.
- Bagi kelompok yang kedua ini disediakan pendidikan setara PT yang lebih berorientasi pada pendidikan profesi, dan mereka dipersiapkan menjadi sumber tenaga trampil dimasa datang untuk menunjang kemajuan teknologi dimasa datang.
- Pemerataan pendidikan di seluruh lapisan dan wilayah di dalam lingkup Negara Kesatuan Republik Indonesia
Salam
Qammaddin,S.Kom